Untuk
mendayagunakan keunggulan Indonesia sebagai negara agraris dan maritim
serta menghadapi tantangan (Otonomi Daerah, Liberalisasi Perdagangan,
perubahan pasar internasional lainnya) ke depan, pemerintah (Departemen
Pertanian beserta Departemen terkait) sedang mempromosikan pembangunan
sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing (Competitiveness), berkerakyatan (People-Driven), Berkelanjutan (Sustainable) dan terdesentraliasi (Decentralized). Berbeda
dengan pembangunan di masa lalu, di mana pembangunan pertanian dengan
pembangunan industri dan jasa berjalan sendiri-sendiri, bahkan cenderung
saling terlepas (decoupling), di masa yang akan datang
pemerintah akan mengembangkannya secara sinergis melalui pembangunan
sistem agribisnis yang mencakup empat subsistem sebagai berikut:
(1) Sub-sistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness),
yakni industri-industri yang menghasilkan barang-barang modal bagi
pertanian, seperti industri perbenihan/pembibitan, tanaman, ternak,
ikan, industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat, vaksin ternak./ikan),
industri alat dan mesin pertanian (agro-otomotif);
(2) Sub-sistem pertanian primer (on-farm agribusiness),
yaitu kegiatan budidaya yang menghasilkan komoditi pertanian primer
(usahatani tanaman pangan, usahatani hortikultura, usahatani tanaman
obat-obatan (biofarmaka), usaha perkebunan, usaha peternakan, usaha
perikanan, dan usaha kehutanan);
(3) Sub-sistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness),
yaitu industri-industri yang mengolah komoditi pertanian primer menjadi
olahan seperti industri makanan./minuman, industri pakan, industri
barang-barang serat alam, industri farmasi, industri bio-energi dll; dan
(4) Sub-sistem penyedia jasa agribisnis (services for agribusiness)
seperti perkreditan, transportasi dan pergudangan, Litbang, Pendidikan
SDM, dan kebijakan ekonomi (lihat Davis and Golberg, 1957; Downey and
Steven, 1987; Saragih, 1998).
Dengan
lingkup pembangunan sistem agribisnis tersebut, maka pembangunan
industri, pertanian dan jasa saling memperkuat dan konvergen pada
produksi produk-produk agribisnis yang dibutuhkan pasar.
Pada sistem agribisnis pelakunya adalah usaha-usaha agribisnis (firm)
yakni usahatani keluarga, usaha kelompok, usaha kecil, usaha menengah,
usaha koperasi dan usaha korporasi, baik pada sub-sistem agribisnis
hilir, sub-sistem on farm, sub-sistem agribisnis hulu maupun pada
sub-sistem penyedia jasa bagi agribisnis. Karena itu, pemerintah sedang
dan akan menumbuh-kembangkan dan memperkuat usaha-usaha agribisnis
tersebut melalui berbagai instrumen kebijakan yang dimiliki. Pemerintah
bukan lagi eksekutor, tetapi berperan sebagai fasilitator, regulator dan
promotor pembangunan sistem dan usaha agribisnis.
Sistem
dan usaha agribisnis yang sedang dipromosikan adalah sistem dan usaha
agribisnis yang berdaya saing. Hal ini dicirikan antara lain oleh
efisiensi yang tinggi, mampu merespon perubahan pasar secara cepat dan
efisien, menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, menggunakan inovasi
teknologi sebagai sumber pertumbuhan produktivitas dan nilai tambah.
Karena itu, dalam upaya mendayagunakan keunggulan komparatif sebagai
negara agraris dan maritim menjadi keunggulan bersaing, pembangunan
sistem dan usaha agribisnis akan dipercepat bergeser dari yang
mengandalkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia (SDM) belum terampil
(factor-driven) kepada pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang mengandalkan barang-barang modal dan SDM lebih terampil (capital-driven), dan kemudian pada pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang mengandalkan ilmu pengetahuan, teknologi dan SDM terampil (inovation-driven).
Untuk itulah pembangunan industri hulu dan hilir pertanian,
pengembangan Litbang dan pendidikan SDM diintegrasikan dengan
pembangunan pertanian.
Tidak saja berdaya saing,
sistem dan usaha agribisnis yang sedang dipromosikan pemerintah adalah
juga berkerakyatan. Hal ini dicirikan oleh pelibatan rakyat banyak dalam
sistem dan usaha agribisnis, berlandaskan pada sumber daya yang
dimiliki dan atau dikuasai rakyat banyak (dari rakyat) baik sumberdaya alam, sumberdaya teknologi (indegenous technologies), kearifan lokal (local widom), budaya ekonomi lokal (local culture, capital social) dan menjadikan organisasi ekonomi rakyat banyak menjadi pelaku utama agribisnis (oleh rakyat). Karena itu, pengembangan budaya berusaha dan jaringan usaha (community corporate culture)
dengan menghibridisasi budaya lokal dengan budaya perusahaan modern
sedang dipromosikan pemerintah. Dengan begitu hasil pembangunan sistem
dan usaha agribisnis akan secara nyata dinikmati rakyat banyak di setiap
daerah (untuk rakyat).
Sistem
dan usaha agribisnis yang sedang dipromosikan pemerintah bukan hanya
berdaya saing dan berkerakyatan, tetapi juga berkelanjutan, baik dari
segi ekonomi, teknologi maupun dari segi ekologis. Dari segi ekonomi,
pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berakar kokoh pada
sumberdaya dan organisasi ekonomi lokal dan dengan menjadikan inovasi
teknologi dan kreativitas (skill) rakyat banyak sebagai sumber
pertumbuhan, akan menghasilkan sistem dan usaha agribisnis yang
berkelanjutan. Selain itu, teknologi yang dikembangkan ke depan akan
diupayakan teknologi ramah lingkungan (green technology).
Demikian juga pelestarian sumberdaya alam khususnya keragaman hayati
merupakan bagian dari pembangunan sistem agribisnis yakni bagian dari
pengembangan industri perbenihan/pembibitan. Dengan begitu, pembangunan
sistem dan usaha agribisnis tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek,
tetapi juga kepentingan jangka panjang.
Sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan dan berkelanjutan tersebut, dilaksanakan secara terdesentralisasi. Pembangunan sistem dan usaha agribisnis ke depan berbeda dengan masa lalu yang sangat sentralistik dan top-down (state driven). Ke depan, pembangunan sistem dan usaha agribisnis akan dilakukan secara terdesentralisasi dan lebih mengedepankan kreativitas pelaku agribisnis daerah (people-driven). Hal ini bukan sekedar tuntutan UU No. 22 dan No. 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, melainkan juga karena kebutuhan objektif dari pembangunan agribisnis yang pada dasarnya berbasis pada pendayagunaan sumber daya keragaman agribisnis baik intra maupun inter daerah.
Dalam
kaitan dengan desentralisasi pembangunan sistem dan usaha agribisnis
ini, saat ini sedang dilakukan pembagian peranan antara pemerintah pusat
dan daerah dalam bidang tugas dan tanggung jawab yang menjadi wewenang
pemerintah. Prinsipnya adalah sebagai berikut. Semaksimal mungkin
pembangunan sistem dan usaha agribisnis haruslah dilaksanakan oleh
pelaku agribisnis di setiap daerah. Hanya bidang-bidang tertentu yakni
yang tidak dapat dilakukan oleh pelaku agribisnis yang menjadi tanggung
jawab pemerintah (pusat dan daerah). Hal-hal yang tidak dapat ditangani
pelaku agribisnis pada wilayah Kabupaten/Kodya menjadi tanggung jawab
pemerintah propinsi. Kemudian, hal-hal yang menyangkut kepentingan dua
atau lebih propinsi serta kepentingan nasional menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat. Dengan pembagian peranan antara pelaku agribisnis
dengan peranan pemerintah kabupaten, pemerintah propinsi, dan pemerintah
pusat yang demikian akan terjalin suatu sinergis dan secara konvergen
menyumbang pada terwujudnya satu sistem agribisnis yang berdaya saing,
berkerakyatan dan berkelanjutan setiap daerah. (Hmd),INDONESIA terkenal sebagai negara tersubur di dunia banyak hasil bumi baik dari pertanian maupun hasil perairanya begitu melimpah hal ini dapat dimanfaatkan sebagai sebuah jalan untuk mensejahterakan bangsa indonesia dengan mempelajari ilmu agri bisnis kita mampu memperdalam ilmu pertanian kita baik di hulu maupun hilir.Kita buktikan bersama jika indonesia adalah negara kaya negara besar dan kita kenalkan pada dunia bahwa indonesia adalah LUMBUNG PERTANIAN DUNIA
sumber :http://agribisnis.umm.ac.id/id/umm-news-2494-pembangunan-sistem-agribisnis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar